Pendidikan Karakter dan Prinsip Pola Pikir : Pondasi Belajar yang Jarang Diajarkan di Sekolah

 


    
    Menilik ulang pengalaman kita masing-masing saat menempuh pendidikan formal di Indonesia, pastinya banyak hal-hal yang setelah kita lulus, kita malah jadi bingung esensi belajar itu apa, atau malah menemukan hal-hal janggal yang ditemukan secara proses pembelajaran itu sendiri. Bicara mengenai pendidikan di Indonesia, di antara sisi-sisi pendidikan yang kita bisa lihat secara langsung, ada dua hal yang seharusnya jadi pondasi masing-masing dari kita sebelum menempuh pendidikan dan jadi kunci pegangan sebagai manusia, tapi malah jadi hal yang paling diabaikan dan nggak pernah diajarkan di sekolah selama ini; pendidikan karakter dan prinsip pola pikir selama belajar.



Kalau kita dikasih gambaran besar atas masalah pendidikan di Indonesia, selain pemerataan fasilitas dan kualitas pendidikan yang belum tersedia di seluruh negeri, berkaca dari pengalaman belajar dua belas tahun di sekolah formal Indonesia, tidak terbantahkan juga bahwa negara kita seolah mengabaikan pembelajaran karakter yang implikatif serta mengajari pola pikir agar kita menjadi pembelajar yang utuh dan berkelanjutan.


Sembari bahas pengertian dan apa pentingnya dua hal ini, mungkin akan lebih mudah bagi kita untuk sekalian mendikte apa aja sih yang dianggap biasa kejadian di pendidikan kita yang sebenarnya salah karena kita kehilangan dua pondasi tersebut.


Baca Juga : Solusi Untuk Masalah Pendidikan Satu Persen


(cred)


Pendidikan Karakter : Kita Tahu Ilmunya, tapi Nggak Tahu dan Merasa Nggak Harus Menjalankannya

Bicara tentang pendidikan karakter, sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan karakter yang baik? Dilansir dari jurnal Character Education : Seven Crucial Issues (Thomas Lickona, 1999), karakter yang baik adalah karakter yang berakar kebajikan. Kalau kita lihat lagi pendidikan di Indonesia, pendidikan karakter ini biasanya masuk ke dalam dua pelajaran; agama dan pendidikan kewarganegaraan.


Kalau teman-teman mungkin ingat-ingat lagi juga mengenai pembelajaran karakter disana, sering nggak sih dapat ujian yang soalnya memberi suatu keadaan dan kita disuruh memilihi tindakan mana yang tepat untuk dilakukan ataupun yang menggambarkan suatu karakter tertentu? Pasti sering. Sebutlah tipe soal yang dimana kita harus menjawab yang mana yang merupakan tindakan jujur dan segala macamnya.


Banyak dari kita mengasosiasikan tipe soal kaya gitu sebagai soal yang gampang. Nilai 100 bukan hal yang jarang dicapai, tapi pertanyaan besarnya adalah : Bagaimana kemudian kita mengimplikasikan pembelajaran karakter tersebut?


(cred)



Pada fakta di lapangannya, banyak yang abai dan membiarkan ilmu memahami diri dan memilah serta bertanggung jawab akan diri sendiri ini hanya tertinggal sampai keluarnya nilai ujian pelajaran Agama atau PPKN saja. Jarang yang mau untuk mengamalkan apa-apa yang sebenarnya kita sendiri sudah tahu. Sisi buruknya adalah, terkadang, beberapa pendidik pun nggak mau tahu tentang apakah siswa bisa mengaplikasikan hal tersebut. Sesimpel bisa menyebutkan karakter baik di esai ujian, maka dianggap cukup. Padahal, banyak kecurangan-kecurangan di dunia ini yang akarnya adalah dari kurangnya pendidikan lanjutan dari pendidikan karakter.


Dampak lebih lanjut mengenai kurangnya pendidikan karakter ini bisa berujung pada stigma bahwa pendidikan hanya berakhir di penilaian akademik ruang kelas saja. Padahal, seharusnya ilmu yang diajarkan di dalam kelas itu kalau bisa kan dibawa dan jadi pondasi belajar untuk masa depannya. 


Akibatnya, pemahaman bahwa pendidikan merupakan hal yang bisa ‘selesai’ ini membuat perilaku masyarakat, terlebih yang terlibat langsung dengan dunia pendidikan seperti guru, murid, dan orang tua, menjadikan nilai di atas segalanya, termasuk implikasi ilmu di dunia nyata. Bukan berarti menganggap bahwa nilai harus diabaikan, namun esensi ilmu itu sendiri malah menjadi tanda tanya bagi para siswa karena ketika nilai ujian sudah di tangan, ilmu itu sendiri lebih sering dilupakan. Maka dari itu, sepertinya sudah waktunya bagi pendidikan Indonesia untuk membedah lagi pelajaran pendidikan karakter bagi pelajar Indonesia.


Baca juga : Growth Mindset Kepribadian Itu Ternyata Bisa Diubah


(cred)


Prinsip Pola Pikir : Growth Mindset dan Pentingnya Bagi Pembelajar


Pola pikir atau mindset adalah cara kita memutuskan sesuatu dan mengambil persepsi terhadap apa yang terjadi di sekitar, termasuk dalam cara kita mengambil persepsi atas apa yang kita pelajari. Tentunya, cara kita berpikir ini mempengaruhi hampir semua hal di dalam hidup. Ada satu pola pikir yang seharusnya sekolah ajarkan ke kita sebelum diberi pembelajaran umum, yakni growth mindset.


Growth Mindset merupakan pola pikir yang menggambarkan bagaimana kita memandang kemampuan diri kita sendiri (Satu Persen, 2020). Menurut psikolog Carol Dweck dalam bukunya, orang yang memiliki growth mindset akan lebih bisa mencapai banyak hal. Hal ini dikarenakan orang yang memiliki growth mindset menganggap bahwa kemampuan mereka tidak berhenti pada satu stase dan bisa berkembang seiring mereka membuka kesempatan bagi dirinya sendiri untuk terus belajar.


Tonton Video Penjelasan Growth Mindset dari Satu Persen disini : Cara Memiliki Growth Mindset


(cred)


    Orang yang memiliki growth mindset juga akan mengerti bahwa esensi belajar terletak di proses pembelajaran dan bagaimana diri mereka bisa berkembang dari proses tersebut. Menurut aku, hal ini bisa juga berarti bahwa, ketika kita diajari pentingnya growth mindset, maka kita akan lebih mengerti dan menghargai proses jatuh bangun dalam belajar itu sendiri. Di sisi lain, kita juga akan belajar makna gagal yang sesungguhnya, yang bisa kita jadikan pondasi untuk melangkah lebih jauh lagi kedepannya.


Hal ini tentunya merupakan hal sederhana yang dapat diajarkan untuk pelajar di Indonesia, sehingga mereka bisa mengerti bahwa esensi belajar ada di bagaimana mereka berkembang dan tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Bisa tanggap menerima kritik, juga bisa mengevaluasi dan memahami diri lebih dalam ketika belajar.


Semoga kedepannya, pemerintah bisa memasukkan unsur pendidikan karakter dan pembelajaran pola pikir ini ke siswa/i pelajar di Indonesia. Sehingga, target hasil pendidikan nantinya bukan hanya mengenai data nilai tertinggi saja, namun juga bagaimana siswa bisa mengerti karakter dirinya dan memahami bahwa sejatinya, semua manusia adalah pembelajar sejati sepanjang hayat, dan tempat belajar tidak dibatasi hanya di ruang kelas saja.


Karena kita semua adalah pembelajar,

dan semua hal lain di dunia ini,

adalah tempat belajar.


(cred)



Bagi teman-teman yang tertarik untuk mengikuti layanan mentoring Satu Persen bisa klik link disini :

Layanan mentoring Satu Persen https://satupersen.net/layanan/konsultasi/konseling



Pun juga bagi teman-teman yang ingin mengikuti tes online gratis Satu Persen bisa klik link disini :

Tes Online Satu Persen : https://satupersen.net/quizzes



Halo! Namaku Qonita Aryana dan artikel ini dibuat dalam rangka kegiatan Education Rangers yang diadakan oleh Satu Persen. Jika kamu tertarik dalam dunia pendidikan dan ingin berdiskusi dengan hal yang aku tulis di artikel ini, aku sangat terbuka untuk ruang diskusi tersebut! #EducationRangerSatuPersen


Referensi

Zintz, S. (2018). Effectiveness of a Growth Mindset in Education. Retrieved    from https://nwcommons.nwciowa.edu/cgi/viewcontent.cgi? article=1090&context=education_masters

Satu Persen. (2020). Solusi untuk Masalah Sistem Pendidikan : Perspektif Satu Pesen. Retrieved from https://satupersen.net/blog/solusi-untuk-masalah-sistem-pendidikan-perspektif-satu-persen

Tjalla, A. (2010). Potret mutu pendidikan indonesia ditinjau dari hasil-hasil studi internasional. Retrieved from http://repository.ut.ac.id/2609/

Komentar

  1. Saya setuju bahwa character itu bisa berubah. Termasuk lingkungan sekolah juga turut andil membentuk character individual. Oleh karena itu jangan sampai perubahan atau pengaruh itu menjadi negatif.
    Growth mindset must be well nurtured along with the learning process. When a student is well nurtured to grow his mindset he will be successful to identify his personal identify, he will find 'who I am' and building 'personal branding'

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Or Maybe, Being Clueless (In An Era that Slightly Force You to Become An Omniscient); Is Not A Bad Thing After All

Mungkin Kita Perlu Ilmu Mengenali Diri dan Menanggulangi Patah Hati