Postingan

Mungkin Kita Perlu Ilmu Mengenali Diri dan Menanggulangi Patah Hati

Gambar
           cred      Mengenyam pendidikan selama dua belas tahun, pastinya banyak yang sudah kita pelajari. Sebutlah matematika, fisika, ekonomi, sosiologi, maupun pelajaran-pelajaran lain yang tertulis di kurikulum pendidikan kita. Pastinya banyak teori serta rumus-rumus ilmiah yang kita pelajari juga. Aku sendiri, sebagai pembelajar di kurikulum pendidikan Indonesia selama dua belas tahun juga merasakan hal yang sama. Namun, setelah aku menyelesaikan studi pendidikan dasarku dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, aku baru sadar bahwa banyak sekali hal-hal yang mungkin sepatutnya diajarkan di pendidikan kita. Selepas SMA, aku menyadari betapa susahnya bagi diri aku sendiri untuk menentukan jurusan kuliah, tujuan hidup, bidang yang ingin aku dalami, serta hal-hal yang seharusnya, menurut aku, aku sudah tahu apa yang aku mau. Di sisi lain, dalam perjalanan mendaftar beberapa institusi pendidikan lanjutan, aku sendiri juga bertemu saat-saat dimana harus menghadapi kegagalan, yang

Pendidikan Karakter dan Prinsip Pola Pikir : Pondasi Belajar yang Jarang Diajarkan di Sekolah

Gambar
            Menilik ulang pengalaman kita masing-masing saat menempuh pendidikan formal di Indonesia, pastinya banyak hal-hal yang setelah kita lulus, kita malah jadi bingung esensi belajar itu apa, atau malah menemukan hal-hal janggal yang ditemukan secara proses pembelajaran itu sendiri. Bicara mengenai pendidikan di Indonesia, di antara sisi-sisi pendidikan yang kita bisa lihat secara langsung, ada dua hal yang seharusnya jadi pondasi masing-masing dari kita sebelum menempuh pendidikan dan jadi kunci pegangan sebagai manusia, tapi malah jadi hal yang paling diabaikan dan nggak pernah diajarkan di sekolah selama ini; pendidikan karakter dan prinsip pola pikir selama belajar.

Measuring The Comfort Zone

Gambar
cr Sampai di titik sekarang kita berada, pasti pernah seenggaknya sekali baca kalimat, “ Change begins at the end of your comfort zone. ” Quote tentang zona nyaman ini sendiri aku baca pertama kali waktu duduk di bangku sekolah. Gak hanya ¬quote-nya aja, sampai sekarang pun udah di luar kapasitas jari tangan dan kaki denger ceramah banyak orang tentang pentingnya “keluar dari zona nyaman” ini sendiri. Tapi pernah gak kepikiran, Memang dalam cakupan apa sih zona nyaman kita yang harus ditinggalkan ini? This question popped off in my head when I was a child, sampai akhirnya setelah lulus bangku sekolah dasar pun aku masih gak bisa jawab pertanyaan ini. Later on, I know it was because back then, I haven’t felt any uncomfortable feelings… yet. Sampai akhirnya kehidupan bangku sekolah menengah pertama datang, dan disuguhkanlah kehidupan asrama yang buat aksi ‘meninggalkan rumah’ jadi sebuah keharusan. Seminggu di asrama, satu yang aku pahami setelah itu; “Asrama bukan comfort zone aku.” Pa

Kompleksitas Emosi : Tahap Menerima dan Mencerna yang Lebih Sulit dari Tahap Merasa

Gambar
credit “ The world as we have created it is a process of our thinking. It cannot be changed without changing our thinking. ” –Albert Einstein Kutipan Albert Einstein di atas kayaknya bisa dinobatkan jadi kutipan yang paling bikin ngangguk-ngangguk  dan bergumam, "Iya juga ya," sampai di titik ini. Delapan belas tahun hidup dan yang paling kerasa di aku sendiri adalah bagaimana cara kita berpikir, specifically dalam postingan ini di masalah mengolah perasaan, ternyata merupakan hal yang krusial. Makin kesini, makin banyak kejadian-kejadian yang datang dan alhasil bikin mikir seribu kali tentang apa-apa yang dirasa. Sebutlah semakin besar semakin banyak ketemu orang, semakin banyak masalah yang datang dan harus dihadapi, dan sebagainya. Nggak lupa bahwa fenomena manusia yang makin banyak berselancar di dunia maya bikin aku pribadi merasa bahwa, " Oh ada ya orang yang seperti ini , " (atau kalau lagi gemes, "Kok bisa sih ada orang mikir gini?!" ) tiap baca su

Or Maybe, Being Clueless (In An Era that Slightly Force You to Become An Omniscient); Is Not A Bad Thing After All

Gambar
Growing up and have (just) reached eighteen, there is a thing I believe people around my age currently have concerns about (especially and specifically, in this era) is not only our way to know and understand about things around us; but also, our desire to know everything so much to the point that we ended up becoming afraid and feel left behind when we don't.  (Even when we actually do not need to know those things since it is actually not necessary or even worse, it may hurt us––but we did look up to those things anyway... and regret it later ) credit I used to be this kind of child that gets curious about everything that gets inside my sight, but t he thing is I keep all the questions by myself. When I was a child, I only let it out one by one, per day. It was hard for me to open up and ask anything to another person, either I felt my questions were too nonsense or I didn’t have enough courage to talk to the others. Not to forget that I am the type of ‘i

Tentang Nggak Buka Gawai dan Tujuh Bulan Puasa Instagram.

Gambar
credit Awal bulan Juli 2019 lalu, saya dan keluarga dikasih rezeki sama yang di atas buat nyempetin berlibur beberapa hari. Liburan ini sebenernya juga dalam rangka ngunjungin si Mas yang ada acara di kampusnya. Dalam liburan kali itu, nggak tahu kenapa, saya emang niatin buat nggak mau buka handphone.  Nggak tahu kenapa tapi sesimpel ya males aja. Berhubung juga waktu seminggu sebelum berangkat, saya ikut kursus di ibukota yang jadwalnya padet banget (puol), alhasil ketika kursus udah selesai dan waktunya berangkat liburan, yang dimana liburannya udah mepet sama tanggal seharusnya masuk sekolah dan mulai kelas dua belas (yang saya  mikirnya bakal jadi tahun tersibuk dengan urusan dunia persiapan perkuliahan jadi gaada waktu buat bisa libur tenang–WHICH IS TRU.), alhasil waktu mau berangkat saya cuma mikirin gimana saya nikmatin ajalah liburan kali itu sepenuhnya, dan waktu itu memilih menikmati dengan cara nggak buka handphone .

Hidup Kembali.

Gambar
Hai! credit Akhirnya saya nulis lagi. Setelah sekian lama juga ini blog saya anggurin huhu, mana tadi lihat postingan terakhir malah ada doa untuk bisa konsisten menulis di blog ini namun tanpa basa-basi langsung saya khianati dengan setelahnya enggak posting apa-apa hampir dua tahunan. Sedih banget sama diri sendiri. Pun kalau boleh jujur, I have written many things this year kok~~~ Nyari pembelaan banget ya hahah, eh tapi beneran. Isi note   handphone  saya selalu ada yang baru tiap bulan. Sebuah hal yang saya pikir gak bakal kejadian mengingat setahun terakhir sebenernya status saya notabene anak akhir tahun SMA lol. Awalnya saya pikir menginjak ke kelas akhir di masa sekolah ini bakalan buat saya gak sempat buat nulis-nulis lagi, nyatanya kebalikannya. Justru karena banyak masa-masa sulit dan jatuh bangun–– plis banget tolong mengerti bahwa sebenernya saya ga mau terlihat men-dramatisir juga. I've tried to search the right phrase for it but 'jatuh